Sebenarnya, kajian yang membahas hukum syariah tentang
praktek transplantasi jaringan maupun organ dalam khazanah
intelektual dan keilmuan fikih Islam klasik relatif jarang dan
hampir tidak pernah dikupas oleh para fukaha secara mendetail
dan jelas yang mungkin karena faktor barunya masalah ini dan
dimensi terkaitnya yang komplek yang meliputi kasus
transplantasi.
Oleh karena itu tidak heran jika hasil ijtihad dan penjelasan
syar’i tentang masalah ini banyak berasal dari pemikiran para
ahli fikih kontemporer, keputusan lembaga dan institusi Islam
serta simposium nasional maupun internasional Mengingat
transplantasi organ merupakan suatu tuntutan, kebutuhan dan
alternatif medis modern, pada dasarnya secara global tidak ada
perselisihan dalam hal bolehnya transplantasi organ. Dalam
simposium Nasional II mengenai masalah “Transplantasi
Organ” yang telah diselenggarakan oleh Yayasan Ginjal
Nasional pada tangal 8 September 1995 di arena PRJ
Kemayoran, telah ditandatangani sebuah persetujuan antara lain
wakil dari PB NU, PP Muhammadiyah, MUI disetujui pula oleh
wakil-wakil lain dari berbagai kelompok agama di Indonesia.
Bolehnya transplantasi organ tersebut juga ditegaskan oleh
DR. Quraisy Syihab bahwa; “Prinsipnya, maslahat orang yang
hidup lebih didahulukan.” selain itu KH. Ali Yafie juga
menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat dijadikan
penguat pembolehan transplantasi yaitu “hurmatul hayyi
a’dhamu min hurmatil mayyiti” (kehormatan orang hidup lebih
besar keharusan pemeliharaannya daripada yang mati.)
Meskipun demikian sangat perlu dan harus ada penjelasan
hukum syariah yang lebih detail dan tegas dalam masalah ini
dan tidak boleh ta’mim (generalisasi) hukum terlepas dari batas
dan ketentuan serta syarat-syarat lebih lanjut agar tidak keluar
dari hikmah kemanusiaan dan norma agama serta moral samawi
sehingga menjadi praktek netralitas etis yang tidak sesuai
dengan budaya manusiawi dan keagamaan. Masalah
transplantasi dalam kajian hukum syariah Islam diuraikan
menjadi dua bagian besar pembahasan yaitu sebagai berikut :
Pertama : Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari
tubuh yang sama.
Kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu
lain yaitu sbb:
A. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang
lain.
a.1. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu
orang hidup.
a.2. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu
orang mati. B. Penanaman jaringan/organ yang diambil
dari individu binatang.
b.1. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari binatang
tidak najis/halal.
b.2. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari binatang
najis/haram.
Masalah Pertama :
Penanaman organ/jaringan yang diambil dari tubuh ke
daerah lain pada tubuh tersebut. Seperti, praktek transplantasi
kulit dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dari tubuhnya yang
terbakar atau dalam kasus transplantasi penyumbatan dan
penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil
pembuluh darah pada bagian kaki. Masalah ini hukumnya
adalah boleh berdasarkan analogi (qiyas) diperbolehkannya
seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang
membahayakan keselamatan jiwanya karena suatu sebab. ( lihat,
Dr. Al-Ghossal, Naql wa Zar’ul A’dha (Transplantasi Organ) :
16-20, Dr. As-Shofi, Gharsul A’dha:126).