Penanaman Jaringan Atau Organ yang Diambil Dari Individu lain

  1. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain. 
  • Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidup. Kasus Pertama : Penanaman jaringan/organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian donaturnya bila diambil. Seperti, jantung, hati dan otak. Maka hukumnya adalah tidak boleh. At+as dasar firman Allah: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. " (QS Al Baqarah:195.) "Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu" (QS An-Nisa 29) "Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran ..." (QS Al-Maa-idah 2). Kasus kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidup yang tidak mengakibatkan kematiannya seperti, organ tubuh ganda diantaranya ginjal atau kulit atau dapat juga dikategorikan disini praktek donor darah. Pada dasarnya masalah ini diperbolehkan hanya harus memenuhi syarat-syarat berikut dalam prakteknya yaitu : 1. Tidak akan membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donatur jaringan/organ. Karena kaidah hukum islam menyatakan bahwa suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya serupa/sebanding. 2. Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh diperjual belikan. 3. Boleh dilakukan bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternatif peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat. 4. Boleh dilakukan bila kemumgkinan keberhasilan transplantasi tersebut peluangnya optimis sangat besar. (Lihat hasil mudzakarah lembaga fiqh islam dari Liga Dunia Islam/Rabithah Alam Islami, edisi Januari 1985 M.) Namun demikian, ada pengecualian dari semua kasus transplantasi yang diperbolehkan yaitu tidak dibolehkan transplantasi buah zakar meskipun organ ini ganda karena beberapa alasan sbb. : 1. Merusak citra dan penampilan lahir ciptaan manusia . 2. Mengakibatkan terputusnya keturunan bagi donatur yang masih hidup. 3. Dalam hal ini transplantasi tidak dinilai darurat dan kebutuhannya tidak mendesak. 4. Dapat mengacaukan garis keturunan. Sebab menurut ahli kedokteran, organ ini punya pengaruh dalam menitiskan sifat keturunan.(Ensiklopedi kedokteran modern edisi bahasa arab vol. III hal. 583, Dr. Albairum, Ensiklopedi Kedokteran Arab, hal 134.) A.2. Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari orang mati. Dalam kasus ini penanaman jaringan/organ tubuh diambil dari orang yang kondisinya benar-benar telah mati (kematian otak dan jantungnya sekaligus). Organ/jaringan yang akan ditransfer tersebut dirawat dan disimpan dengan cara khusus agar dapat difungsikan. ( Kajilah QS. 18:9-12, kaedahkaedah hukum Islam al.: " Suatu hal yang telah yakin tidak dapat dihilangkan dengan suatu keraguan/tidak yakin ", " Dasar pengambilan hukum adalah tetap berlangsungnya suatu kondisi yang lama sampai ada indikasi pasti perubahannya." ) Sesungguhnya telah banyak fatwa dan konsensus mufakat para ulama dari berbagai muktamar, lembaga, organisasi dan institusi internasional yang membolehkan praktek transplantasi ini diantaranya adalah sbb. : Konperensi OKI ( di Malaysia, April 1969 M ). dengan ketentuan kondisinya darurat dan tidak boleh diperjualbelikan. Lembaga Fikih Islam dari Liga Dunia Islam ( dalam keputusan mudzakarohnya di Mekkah, Januari 1985 M.) Majlis Ulama Arab Saudi ( dalam keputusannya no. 99 tgl. 6/11/1402 H.) Panitia Tetap Fawa Ulama dari negara-negara Islam diantaranya seperti : * Kerajaan Yordania dengan ketentuan ( syarat-syarat ) sbb. : 1. Harus dengan persetujuan orang tua mayit / walinya atau wasiat mayit. 2. Hanya bila dirasa benar-benar memerlukan dan darurat. 3. Bila tidak darurat dan keperluannya tidak urgen atau mendesak, maka harus memberikan imbalan pantas kepada ahli waris donatur ( tanpa transaksi dan kontrak jual-beli ). Negara Kuwait ( oleh Dirjen Fatwa Dept. Wakaf dan Urusan Islam keputusan no.97 tahun 1405 H. ) dengan ketentuan seperti di atas. * Rep. Mesir. ( dengan keputusan Panitia Tetap fatwa Al-Azhar no. 491 ) * Rep. Al-Jazair ( Keputusan Panitia Tetap Fatwa Lembaga Tinggi Islam Aljazair, 20/4/1972) Disamping itu banyak fatwa dari kalangan ulama bertaraf internasional yang membolehkan praktek tersebut diantaranya adalah : 1. Abdurrahman bin Sa'di ( 1307-1367H.), 2. Ibrahim Alyakubi ( dalam bukunya Syifa Alqobarih ), 3. Jadal Haq ( mufti Mesir dalam majalah Al-Azhar vol. 7 edisi Romadhon 1403), 4. DR. Yusuf Qordhowi ( dalam Fatawa Mu'ashiroh II/530) 5. DR. Ahmad Syarofuddin ( hal. 128 ), 6. DR. Rouf Syalabi ( harian Syarq Ausath, edisi 3725, Rabu 8/2/1989 ), 7. DR. Abd. Jalil Syalabi (harian Syarq Ausath edisi 3725, 8/2/1989M.), 8. DR. Mahmud As-Sarthowi ( dalam bukunya Zar'ul A'dho, Yordania), 9. DR. Hasyim Jamil ( majalah Risalah Islamiyah, edisi 212 hal. 69). Secara umum dan pada prinsipnya mereka membolehkannya dengan alasan dan dalil sebagai berikut: a. Ayat-ayat tentang dibolehkannya mengkonsumsi barangbarang haram dalam kondisi benar-benar darurat. al. QS. 2:173, 5:3, 6:119,145. b. Firman Allah swt. yang artinya :" ...dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya." QS. Al-Maidah (5): 32. c. ayat-ayat tentang keringanan dan kemudahan dalam Islam al.QS. 2:185, 4:28, 5:6, 22:78 d. Hal itu sebagai amal jariyah bagi donatur yang telah mati dan sangat berguna bagi kemanusiaan. e. Allah sangat menghargai dan memuji orang-orang yang berlaku 'itsaar' tanpa pamrih dan dengan tidak sengaja membahayakan dirinya atau membinasakannya.QS. 95:9 f. Kaedah-kaedah umum hukum Islam yang mengharuskan dihilangkannya segala bahaya. Sebenarnya hampir semua ulama mendukung praktek ini asalkan mengikuti ketentuanketentuan kaedah syari'ah kecuali sebagian kecil dari mereka yang keberatan dan tidak memperbolehkannya seperti : Syeikh As-Sya'rowi ( harian Alliwa edisi 226, 27/6/1407), Al-Ghomari ( dalam bukunya ttg. haramnya transplantasi ), Assumbuhli ( Qodhoya fiqhiyyah mu'ashiroh, hal.27), Hasan Assegaf ( dalam bukunya ttg transplantasi) dan DR. Abd. Salam Asssakri ( dalam bukunya ttg transplantasi) dan lainnya. Alasan mereka secara umum adalah keberatan mereka terhadap praktek transplantasi karena dapat berakibat dan menjurus kepada tindakan merubah dan merusak kehormatan jasad manusia yang telah dimulyakan Allah. Semuanya itu sebenarnya dapat ditangkal dan diatasi atau ditanggulangi dengan mengikuti ketentuan-ketentuan medis dan syari'eh yang berlaku dengan penuh kehati-hatian dan amanah. ( lihat, QS. 17:70, 4:29. ) B. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari tubuh binatang. B1. Kasus Pertama: Binatang tersebut tidak najis/halal, seperti binatang ternak (sapi, kerbau, kambing ). Dalam hal ini tidak ada larangan bahkan diperbolehkan dan termasuk dalam kategori obat yang mana kita diperintahkan Nabi untuk mencarinya bagi yang sakit. b.2. Kasus Kedua : Binatang tersebut najis/ haram seperti, babi atau bangkai binatang dikarenakan mati tanpa disembelih secara islami terlebih dahulu. Dalam hal ini tidak dibolehkan kecuali dalam kondisi yang benar-benar gawat darurat dan tidak ada pilihan (alternatif organ) lain. (lihat; QS Al Baqarah:173, Al Maidah:3, Majma' Annahr : II/535, An-Nawawi dalam Al-Majmu' : III/138).