Memudahkan Kematian (Eutanasia Positif)

Sekarang kami akan menjawab contoh kedua dari eutanasia positif menurut pertanyaan tersebut --bukan negatif-- yaitu menghentikan alat pernapasan buatan dari si sakit, yang menurut pandangan dokter dia dianggap sudah "mati" atau "dihukumi telah mati" karena jaringan otak atau sumsum yang dengannya seseorang dapat hidup dan merasakan sesuatu telah rusak. Kalau yang dilakukan dokter itu semata-mata menghentikan alat pengobatan, hal ini sama dengan tidak memberikan pengobatan. Dengan demikian, keadaannya seperti keadaan lain yang diistilahkan dengan ath-thuruq al-munfa'ilah (jalan-jalan pasif/eutanasia negatif). Karena itu, kami berpendapat bahwa eutanasia seperti ini berada di luar daerah "memudahkan kematian dengan cara aktif" (eutanasia positif), tetapi masuk ke dalam jenis lain (yaitu eutanasia negatif) Dengan demikian, tindakan tersebut dibenarkan syara', tidak terlarang. Lebih-lebih peralatan-peralatan tersebut hanya dipergunakan penderita sekadar untuk kehidupan yang lahir --yang tampak dalam pernapasan dan peredaran darah/denyut nadi saja-- padahal dilihat dari segi aktivitas maka si sakit itu sudah seperti orang mati, tidak responsif, tidak dapat mengerti sesuatu dan tidak dapat merasakan apa-apa, karena jaringan otak dan sarafnya sebagai sumber semua itu telah rusak. Membiarkan si sakit dalam kondisi seperti itu hanya akan menghabiskan dana yang banyak bahkan tidak terbatas. Selain itu juga menghalangi penggunaan alat-alat tersebut bagi orang lain yang membutuhkannya dan masih dapat memperoleh manfaat dari alat tersebut. Di sisi lain, penderita yang sudah tidak dapat merasakan apa-apa itu hanya menjadikan sanak keluarganya selalu dalam keadaan sedih dan menderita, yang mungkin sampai puluhan tahun lamanya. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi telah mengemukakan pendapat seperti ini sejak beberapa tahun lalu di hadapan sejumlah fuqaha dan dokter dalam suatu seminar berkala yang diselenggarakan oleh Yayasan Islam untuk ilmu-ilmu Kedokteran di Kuwait. Para peserta seminar dari kalangan ahli fiqih dan dokter itu menerima pendapat tersebut. Segala puji kepunyaan Allah yang telah memberi petunjuk kepada kita ke jalan Islam ini, dan tidaklah kita akan mendapat petunjuk kalau bukan Allah yang menunjukkan kita. Wallahu a`lam bishshowab. Wassalamu `alaikum Wr. Wb. Rujukan utama : Dr. Yusuf Al-Qaradhawi (Fiqih Kontemporer)