Tindak kebiadaban Imperialis Israel di bumi Palestina telah
mendapatkan berbagai respons dari kalangan umat Islam,
termasuk ulama-ulama Islam. Tokoh-tokoh Islam, seperti
Syaikh Dr. Muhammad Sayyid Thanthawi, Syaikhul Azhar, yang
selama ini terkesan lentur dalam setiap pernyataannya, kini lebih
tegas lagi akan kemestian memerangi musuh-musuh Islam,
"Apabila kamu tidak mampu memerangi mereka (musuhmusuh
Islam, Israel dan Amerika Serikat) dengan senjata, maka
minimal lawanlah dengan memboikot barang-barang dan
produk-produk mereka."
Banyak tokoh Islam dunia yang mendukung kemestian
pemboikotan barang-barang dan produk-produk Israel dan
Amerika, bahkan mengeluarkan fatwa untuk merespon tindakkejahatan yang mereka lakukan di bumi Palestina.
Mereka
adalah Dr. Yusuf Qardhawi, Dr. Abdul Satar Fathullah Said
(Dosen Syariah Universitas Al Azhar), Dr. Naser Farid Wasil
(mantan Mufti Mesir), Dr. Muhammad Imarah (Pemikir
Muslim Dunia), Dr. Abdul Hamid Ghazali (pakar ekonomi dan
politik Islam) dan lain-lain. Berikut ini fatwa yang ditanda
tangani tidak kurang dari 70 ulama Sudan dan negara-negara
Islam lainnya, seputar wajibnya memboikot barang-barang dan
produk-produk Imperialis Israel dan Amerika Serikat.
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan
(perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka
dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang
yang beriman, (Qs. At Taubah, 9: 14).
Wahai kaum muslimin, tak tersembunyi dari kalian apa yang
menimpa umat kita belakangan ini. Konspirasi negara dzalim
Amerika dangan rezim Imperialis Yahudi-Israel telah merampas
tanah suci kita, membantai anak-anak kita di bumi Palestina,
mengepung rakyatnya dan memaklumatkan perang kepada
mereka di semua media visual ataupun audio lewat legalitas
internasional yang mereka klaim.
Oleh karena itu, wajib bagi umat Islam tampil berperan
utnuk menghadapi persoalan umat ini dengan menggunakan
berbagai sarana yang mungkin, terutama aksi pemboikotan
barang-barang dan produk-produk Amerika dan Israel. Hal
demikian itu didasarkan pada:
Pertama, firman Allah SWT.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Qs. Al Mumtahanah,
60: 9)
Kedua, persetujuan Rasulullah SAW. pada Tsumamah
ketika dia berkata kepada orang-orang Quraisy,
Demi Allah, tidak akan sampai kepada kalian sebiji gandum pun
sehingga Rasulullah SAW. mengizinkannya
Ketiga, Allah SWT. berfirman, "Dan (bagi) orang-orang yang
apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. (Qs.
Asy Syura, 42: 39).
Kita semua tahu bahwa Amerika telah
banyak berbuat kedzaliman dan mengembargo negeri-negeri
Islam dan kaum muslimin, teriakan dan tangisan anak-anak,
rintihan orang-orang sakit, ratapan para wanita dan ribuan
mayat yang tewas tidak bisa mengetuk nuraninya.
Keempat, konsensus para ulama' yang mengharamkan
pemberian manfaat buat orang-orang kafir harbi (yang
memerangi umat Islam).
Menyatakan, haram hukumnya bagi setiap Muslim membeli
barang-barang dan produk-produk Amerika Serikat dan Israel,
baik berupa produk-produk minuman, gas bumi dan sejenisnya,
produk-produk makanan, pakaian, elektronik dan sebagainya.
Barang siapa yang melakukan transaksi berarti membela dan
menolong orang-orang kafir, membantu mereka mendzalimi
saudara-saudaranya kaum muslimin; dia telah melakukan
kesalahan dan dosa besar.
Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan alhamdulillah,
shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita,
Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Yang menandatangani fatwa ini adalah:
- Syaikh Muhammad Fadhil Al Taqlawi, mantan Ketua Jamaah Anshar As Sunnah Al Muhamadiyah, Sudan.
- Syaikh Ahmad Muhammad Ali Al Thuraifi, Ketua Dewan Fatwa dan Kajian di Universitas Al Quranul Karim
- Syaikh Ahmad Dr. Muhammad Utsman Shalih, Direktur Universitas Islam Umdarman dan Sekjen Majlis Ulama Sudan.
- Syaikh Prof. Dr. Ahmad Ali Al Arzaq, Wakil Direktur Universitas Islam Umdarman Sudan.
- Syaikh Ash Shadiq Abdullah Abdul Majid, Muraqib Am Al Ikhwan Al Muslimin, Sudan.
- Syaikh Dr. Ismail Al Beliy, Ketua Majlis Ulama Sudan.
- Syaikh Prof. Dr. Al Khadhar Abdul Rahim, Dekan Fakultas Ushuludin Universitas Islam Umdarman.
- Syaikh Prof. Hasan Hamid, Wakil Ketua Dewan Fatwa dan Kajian Universitas Al Quranul Karim
- Syaikh Dr. Al Hibr Yusuf Nur Al Daim, Ketua Dewan Pengajaran Majlis Nasional Sudan.
- Syaikh Jalaludin Al Murad, Ketua Malis Tinggi Dakwah, Haji dan Wakaf Sudan
- Syaikh Kamal Utsman Rizq, Khatib Masjid Jami' Agung Qurthum.
- Mr. Muhammad Ibrahim Muhammad, Wakil Sekjen Majlis Ulama' Sudan.
- Syaikh Prof. Dr. Abbas Mahjub, Direktur Pusat Universitas Al Quranul Karim untuk Cabang Puteri.
- Syaikh Al Amin Al Haj Muhammad, Dosen Universitas Internasional Afrika.
- Dr. Suad Al Fatih, Anggota Majlis Nasional Sudan
- Syaikh Abdul Rahim Abul Ghaits, Direktur Institut Al Quranul Karim di Umdarman.
- Syaikh Dr. Al Qurasyi Abdul Rahim, mantan Dekan Fakultas Syariah Universitas Al Quranul Karim.
- Syaikh Sulaiman Utsman Abu Naro, Amir Jamaah Al Ikhwan Al Muslimin, Sudan.
- Syaikh Abdul Khalil Al Nadzir Al Karuri, Ketua Jam'iyah Al Ishlah wal Musawah Sudan.
- Dr. Fathimah Abdul Rahman, Dosen Universitas Al Quranul Karim.
- dan lebih dr 70 ulama dari seluruh dunia yang menandatangani perjanjian ini
Syaikh Ali Aba Shalih, Imam dan Khathib Masjid
Muraba' Wahid di Haj Yusuf
Pembokotan produk Yahudi adalah upaya perlawanan terhadap kekuatan
zionis Internasional yang cengkraman kukunya telah menguasai dunia Islam.
Upaya ini bila benar-benar dilaksakan oleh seluruh elemen umat Islam,
akan bisa menggoyahkan sendi-sendi perekonomian mereka. Dalam
peperangan modern, upaya untuk menyerang bukan lagi sekedar dengan
bedil dan mesiu, tetapi dengan semua sisi dan upaya termasuk perluasan
pasar industri ke negara lain. Jadi hakikatnya, ketika produk suatu negara
berhasil menguasai pasar suatu negara lain, maka secara ekonomi, ini adalah
serangan ekonomi yang berhasil. Dan untuk itu, upaya untuk menahan
‘serangan’ itu dengan memboikot atau menahan import dari
Tidak ada yang salah ketika umat Islam kompak, serempak dan sepakat
tidak membeli produk mereka. Secara hukum hal itu dibolehkan. Karena
membeli sebuah produk bukan kewajiban tetapi merupakan hak. Sebagai
konsumen, kita berhak menentukan pilihan, apakah membeli atau tidak.
Sementara itu, produk milik umat Islam pun juga tersedia di pasar. Maka
alangkah bagusnya bila umat Islam ini bertekad bersama-sama menguatkan
sendi perekonomian mereka sendiri dan mengurangi atau sama sekali tidak
membeli produk orang lain, apalagi produk kelompok yang memusuhi dan
memerangi Islam.
Dalam sistem prekonomian modern, cara seperti ini sah-sah saja karena
kita tidak merugikan orang lain ketika kita berusaha memperkuat basis
perekonomian sendiri yang dengan bangga menggunakan produk dalam
negeri.
Karena itulah para ulama terutama di timur tengah umumnya sepakat
untuk menyatukan langkah memboikot produk yahudi. Dan nampak usaha
mereka disana cukup efektif karena kondisi dakwah dan sosial disana sangat
menunjang. Yaitu masyarakat umumnya sangat mematuhi arahan serta
petunjuk para ulama. Bila ulama sudah mengatakan tidak, maka sambutan
akan bergaung ke seluruh pelosok negeri tanpa ada yang berani bilang tidak.
Kondisi seperti ini memang kurang menunjang di Indonesia, dimana
peran dan kedudukan ulama umumnya masih kurang, sementara masyarkat
pun kurang apresiatif terhadap fatwa ulama. Dan memang boleh kita akui
dengan jujur bahwa kapasitas dan level para ulama di Indonesia belum
seperti di Timur Tengah sana. Sehingga gaung pemboikotan produk Yahudi
kurang terasa efektifitasnya disini.
118
Fatwa para ulama ketika mengharamkan produk itu tentu bukan
memfatwakan keharaman zatnya seperti haramnya babi. Tetapi lebih kepada
proses pembelian dan alokasi sekian besar dana dari umat Islam ke dalam
kantong yahudi. Ionilah hakikat pengharaman itu.
Menghindari produk mereka adalah usaha baik untuk menyokong
kekuatan Islam. Namun bila pada kondisi tertentu anda tidak bisa mengelak
dari hal itu, maka Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kadar
kemampuannya.
Wallahu a`lam bis-shawab.