Kajian Takhrij Hadits » Penjelasan Mengenai Derajat Hadits

Ditulis oleh : Siroj Munir



Unsur kedua dalam kajian takhrij hadits adalah menjelaskan tentang derajat hadits. Maksud dari derajat hadits adalah tingkatan haditsnya, apakah hadits tersebut shohih, hasan, dho'if atau maudhu'. Unsur yang kedua ini bukanlah suatu keharusan bagi orang yang mentakhrij suatu hadits, hal ini dilakukan apabila memang sangat dibutuhkan, karena banyak orang yang tidak tahu derajat  hadits tersebut. Dalam keadaan tersebut orang yang mentakhrij hadits harus melakukan penyelidikan dan pecarian umtuk mengetahui derajat hadits tersebut.

Jadi ketika tidak diperlukan, maka tidak perlu menjelaskan derajat hadits yang ditakhrij. Tidak diperlukannya menjelaskan derajat suatu hadits adalah ketika hadits tersebut terdapat pada kitab yang penulisnya hanya mencantumkan hadits-hadits yang shahih dan diakui oleh para ulama' kesahihannya, semisal kitab shahihain (shohih bukhori dan shohih muslim).

Sedangkan apabila hadits tersebut terdapat pada kitab yang penulisnya tidak selalu mencantumkan hadits yang shohih, maka terdapat 2 macam kitab yang seperti ini:

1. Penulis kitab tersebut menjelaskan derajat hadits tersebut dan memperbincangkannya dalam kitab yang ia tulis; semisal Imam Turmudzi, ketika beliau menuliskan satu hadits dalam kitabnya maka dibagian akhirnya beliau memberikan keterangan mengenai derajat haditnya, semisal beliau menambahkan kalimat "åÐÇ ÍÓä ÕÍíÍ" (ini adalah hadits hasan, shohih). Dalam keadaan ini orang yang mentakhrij hadits harus mencantumkan penjelasan dari penulis kitab tersebut.

2. Penulis kitab tersebut tidak menjelaskan derajat hadits tersebut dan juga tidak memperbincangkannya dalam kitab yang ia tulis. Dalam keadaan seperti ini orang yang mentakhrij hadits diharuskan mencari penjelasab penjelasan para ulama' seputar hadits tersebut untuk mengetahui derajat hadits yang ditakhrij.

Mengkaji matan dan sanad suatu hadits untuk mengetahui derajat haditsnya tidaklah mudah, dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang ahli yang mampu, orang yang menguasai kaedah-kaedah ilmu hadits dan ilmu mushtholah hadits, mampu mengumpulkan beberapa riwayat dan membandingannya, dan mengkaji keadaan-keadaan "rijalul isnad" (orang yang meriwayatkan hadits yang namanya tercantum dalam sanad hadits) dan juga hal-hal lain yang berkaitan dengan keperluan mentakhrij hadits.