Main Catur
Para ulama jauh sebelum kita ini sudah membicarakan
hukum main caturnya saja. Dan sebagaimana biasa pendapat
mereka tidak sama. Secara lebih jauh bisa kita sebutkan
beberapa pendapat mereka.
- Pendapat Pertama : Mereka yang mengharamkan main catur. Mereka adalah jumhur ulama dari kalangan Al-Hanafiyah, Al-Hanabilah dan sebagian riwayat pendapat Imam Malik ra. Ulama Al-Hanafiyah menetapkan bahwa permainan catur itu hukumnya makruh baik main dadu atau catur. Sedangkan bila permainan itu bercampur dengan unsur judi, atau dilakukan secara rutin atau bahkan sampai meninggalkan pekerjaan yang wajib, maka hukumnya menjadi haram secara ijma`. Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa permainan tersebut tidak ada kebaikan di dalamnya, hingga sampai pada 85 titik dimana orang yang bermain catur tidak bisa diterima kesaksiannya. Al-Hanabilah mengatakan bahwa permainan catur itu hukumnya haram secara mutlak.
- Pendapat Kedua : Mereka yang mengatakan makruh Pendapat ini didukung oleh para ulama Asy-Syafi`iyyah dan para pengikutnya. Hanya saja Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa hal-hal tersebut menjadi makruh bila dilakukan secara rutin.
- Pendapat Ketiga : Mereka yang mengatakan boleh. Ini adalah pendapat para tabiin besar seperti dan juga riwayat dari Abi Yusuf dari Al-Hanafiyah dan mereka memberikan alasan jika permainan itu dimaksudkan untuk melatih otak. Al-Hafiz Ibnul-Bar berkata bahwa pendapat jumhur fuqoha tentang catur adalah bahwa orang yang memainkannya tanpa ada unsur judi dan dilakukan secara tertutup bersama keluarga sekali dalam sebulan atau setahun dan juga tidak diketahui oleh orang lain maka hukumnya dimaafkan dan tidak haram atau tidak makruh. Tapi jika dia melakukannya secara terang-terangan maka muru`ah dan A`dalahnya jatuh sehinggga mengakibatkan kesaksiannya tidak diterima. (Lihat At-Tamhid : 13/183 dan Al- Qurtubi : 8/338. Diantara orang yang memberikan rukhshah untuk bermain catur selama tidak ada unsur judi adalah : Said bin Musayyab, Said bin Jubair, Muhammad bin Sirin, Urwah bin Zubair, As- Sya`bi, Al-Hasan Al-Bashri, Ali bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Ibnu Syihab, Rabi`ah dan Atho` (Lihat At-Tamhid : 13/181). Pendapat ini juga disepakati oleh Dr. Yusuf Al-Qordhawi dalam kitab Halal dan Haram dengan tiga syarat yaitu : a. Tidak boleh menyebabkan tertundanya shalat b. Tidak boleh bercampur dengan unsur judi c. Bisa menjaga lisannya ketika sedang bermain untuk tidak bicara kotor atau membicarakan orang dan yang sejenisnya. Dengan ketatnya pendapat ulama tentang masalah main catur ini, apalagi para ulama dahulu sering mengaitkannya dengan muruah dan `adalah seseorang, yaitu kehormatan / nama baik dan keadilan. Sehingga bisa menggugurkan level kebolehannya untuk bisa diterima kesaksiannya di depan sidang pengadilan. Sehingga main catur di masjid jelas merusak kehormatan masjid itu sendiri dan sebaiknya dihindari. Wallahu A`lam Bish-Showab,