Hukum Shalat Dalam Gereja Dan Tempat Ibadah Agama Lain

 Shalat bagi umat Islam adalah ibadah yang paling utama dan amal yang akan ditanya pertama kali nanti di hari qiyamat. Rasulullah SAW bersabda : Yang pertama kali akan ditanyakan nanti pada hari qiyamat dari seorang hamba adalah masalah shalat. Bila shalatnya itu baik maka baiklah semua amalnya dan bila shalatnya itu rusak, maka rusaklah semua amalnya. Berbeda dengan syariat shalat umat terdahulu, shalat dalam Islam boleh dilakukan dimana saja di atas bumi Allah ini. Sedangkan umat terdahulu hanya dibenarkan bila shalat di dalam tempat ibadah khusus mereka saja, seperti shouma`ah, gereja atau biara. Bagi seorang muslim, bila suatu saat dia mendengar azan atau sudah masuk waktu shalat, maka dia bisa melakukan shalat dimana saja. Asal bukan di tempat yang memang terlarang seperti tempat yang najis (WC), tempat sampah dan sejenisnya. Dari Jabir ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, 

”Aku diberikan kelebihan yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumku”. Dan salah satunya adalah,”Dijadikan bumi/tanah ini masjid dan suci (untuk tayammum). Maka siapa saja dari umatku mendapatkan waktu shalat maka shalatlah”. HR. Bukhari dan Muslim

 Sedangkan hukum shalat di dalam tempat ibadah agama lain, tidak ada keterangan tentang larangannnya dari Rasulullah SAW. Sehingga pada masa lalu, Umar bin al-Khattab pun akan melakukan shalat di dalam gereja di Baitul Maqdis. Hanya saja karena pertimbangan politis dan menjaga perasaan hati umat Kristiani yang saat itu baru saja dikalahkan dan tentunya masih terluka, Umar pun mengurungkan niatnya shalat di dalam gereja. Lalu dibuatlah masjid di luar gereja itu dan jadilah masjid Umar.  Namun pertimbangannya saat bukan karena larangan shalat di dalam gereja, tetapi pertimbangan politis semata.