Perlu saya ingatkan disini bahwa pendapat yang
memperbolehkan donor organ tubuh itu tidak berarti
memperbolehkan memperjualbelikannya. Karena jual beli itu
--sebagaimana dita'rifkan fuqaha-- adalah tukar-menukar harta
secara suka rela, sedangkan tubuh manusia itu bukan harta yang
dapat dipertukarkan dan ditawar-menawarkan sehingga organ
tubuh manusia menjadi objek perdagangan dan jual beli. Suatu
peristiwa yang sangat disesalkan terjadi di beberapa daerah
miskin, di sana terdapat pasar yang mirip dengan pasar budak.
Di situ diperjualbelikan organ tubuh orang-orang miskin dan
orang-orang lemah --untuk konsumsi orang-orang kaya-- yang
tidak lepas dari campur tangan "mafia baru" yang bersaing
dengan mafia dalam masalah minum-minuman keras, ganja,
morfin, dan sebagainya.
Tetapi, apabila orang yang memanfaatkan organ itu memberi
sejumlah uang kepada donor --tanpa persyaratan dan tidak
ditentukan sebelumnya, semata-mata hibah, hadiah, dan
pertolongan-- maka yang demikian itu hukumnya jaiz (boleh),
bahkan terpuji dan termasuk akhlak yang mulia. Hal ini sama
dengan pemberian orang yang berutang ketika mengembalikan
pinjaman dengan memberikan tambahan yang tidak
dipersyaratkan sebelumnya. Hal ini diperkenankan syara' dan
terpuji, bahkan Rasulullah saw. pernah melakukannya ketika
beliau mengembalikan pinjaman (utang) dengan sesuatu yang
lebih baik daripada yang dipinjamnya seraya bersabda:
"Sesungguhnya sebaik-baik orang diantara kamu ialah yang
lebih baik pembayaran utangnya." (HR Ahmad, Bukhari, Nasa'i,
dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)