Apabila seseorang sebelum meninggal diperkenankan
berwasiat untuk mendonorkan sebagian organ tubuhnya, maka
jika ia (si mayit) tidak berwasiat sebelumnya bolehkah bagi ahli
waris dan walinya mendonorkan sebagian organ tubuhnya?
Ada yang mengatakan bahwa tubuh si mayit adalah milik si
mayit itu sendiri, sehingga wali atau ahli warisnya tidak
diperbolehkan mempergunakan atau mendonorkannya.
Namun begitu, sebenarnya seseorang apabila telah
meninggal dunia maka dia tidak dianggap layak memiliki
sesuatu. Sebagaimana kepemilikan hartanya yang juga
berpindah kepada ahli warisnya, maka mungkin dapat dikatakan
bahwa tubuh si mayit menjadi hak wali atau ahli warisnya. Dan
boleh jadi syara' melarang mematahkan tulang mayit atau
merusak tubuhnya itu karena hendak memelihara hak orang
yang hidup melebihi hak orang yang telah mati.
Disamping itu, Pembuat Syariat telah memberikan hak
kepada wali untuk menuntut hukum qishash atau memaafkan si
pembunuh ketika terjadi pembunuhan dengan sengaja,
sebagaimana difirmankan oleh Allah:
"... Dan barangsiapa dibunuh secara zhalim, maka
sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli
warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan." (al-Isra': 33)
Sebagaimana halnya ahli waris mempunyai hak melakukan
hukum qishash jika mereka menghendaki, atau melakukan
perdamaian dengan menuntut pembayaran diat, sedikit atau
banyak. Atau memaafkannya secara mutlak karena Allah,
pemaafan yang bersifat menyeluruh atau sebagian, seperti yang
disinyalir oleh Allah dalam firmanNya:
"... Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari
saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan
cara yang baik, dan hendaklah (yang dlben maaf) membayar
(diat) kepada yang memben maaf dengan cara yang baik
(pula) ..." (al-Baqarah: 178)
Maka tidak menutup kemungkinan bahwa mereka
mempunyai hak mempergunakan sebagian organ tubuhnya,
yang sekiranya dapat memberi manfaat kepada orang lain dan
tidak memberi mudarat kepada si mayit. Bahkan mungkin dia
mendapat pahala darinya, sesuai kadar manfaat yang diperoleh
orang sakit yang membutuhkannya meskipun si mayit tidak
berniat, sebagaimana seseorang yang hidup itu mendapat pahala
karena tanamannya dimakan oleh orang lain, burung, atau
binatang lain, atau karena ditimpa musibah, kesedihan, atau
terkena gangguan, hingga terkena duri sekalipun ... Seperti juga
halnya ia memperoleh manfaat --setelah meninggal dunia-- dari
doa anaknya khususnya dan doa kaum muslim umumnya, serta
dengan sedekah mereka untuknya. Dan telah saya sebutkan
bahwa sedekah dengan sebagian anggota tubuh itu lebih besar
pahalanya daripada sedekah dengan harta.
Oleh karena itu, saya berpendapat tidak terlarang bagi ahli
waris mendonorkan sebagian organ tubuh mayit yang
dibutuhkan oleh orang-orang sakit untuk mengobati mereka,
seperti ginjal, jantung, dan sebagainya, dengan niat sebagai
sedekah dari si mayit, suatu sedekah yang berkesinambungan
pahalanya selama si sakit masih memanfaatkan organ yang
didonorkan itu.
Sebagian saudara di Qatar menanyakan kepada saya tentang
mendermakan sebagian organ tubuh anak-anak mereka yang
dilahirkan dengan menyandang suatu penyakit sehingga mereka
tidak dapat bertahan hidup. Proses itu terjadi pada waktu
mereka di rumah sakit, ketika anak-anak itu meninggal dunia.
Sedangkan beberapa anak lain membutuhkan sebagian organ
tubuh mereka yang sehat --misalnya ginjal-- untuk melanjutkan
kehidupan mereka.
Saya jawab bahwa yang demikian itu diperbolehkan, bahkan
mustahab, dan mereka akan mendapatkan pahala, insya Allah.
Karena yang demikian itu menjadi sebab terselamatkannya
kehidupan beberapa orang anak dalam beberapa hari
disebabkan kemauan para orang tua untuk melakukan kebaikan
yang akan mendapatkan pahala dari Allah. Mudah-mudahan
Allah akan mengganti untuk mereka -- karena musibah yang
menimpa itu-- melalui anak-anak mereka.
Hanya saja, para ahli waris tidak boleh mendonorkan organ
tubuh si mayit jika si mayit sewaktu hidupnya berpesan agar
organ tubuhnya tidak didonorkan, karena yang demikian itu
merupakan haknya, dan wasiat atau pesannya itu wajib
dilaksanakan selama bukan berisi maksiat.