Kriteria wanita yang disunatkan untuk dipilih sebagai istri


Pertanyaan :
Assalamualaikum ..
Sahabat FK yang dirohmati Allah,
Mau tanya ni, bagaimana ciri-ciri wanita yang sholihah yang bisa kita jadikan istri menurut ilmu fikih ? mohon di jawab ya ..

( Dari : Laksamana Ceng How )


Jawaban :
Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh
Para fuqoha' menetapkan beberapa kriteria mengenai sifat-sifat wanita yang disunatkan untuk dijadikan pertimbangan dalam memilih calon istri. Kriteria-kriterianya adalah sebagai berikut :

1.Baik dalam beragama ( Dzatu din )

Pertimbangan utama dalam memilih calon istri sebagai pendamping hidup adalah agamanya. Hal ini didasarkan pada sabda nabi ;

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَلِجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita (biasanya) dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” ( Shohih Bukhori, no.5090, Shohih Muslim, no.1466 )

Yang dimaksud dengan "dzatuddin" pada hadits tersebut, bukan sekedar menghindarkan dirinya dari perbuatan zina saja, namun maksud dari dzatuddin adalah wanita yang rajin mengerjakan ketaatan dan amal-amal sholih sekaligus menjauhkan dirinya dari perbuatan-perbuatan terlarang. Bahkan menurut ulama'-ulama' madzhab hanafi disunatkan bagi laki-laki untuk memilih wanita yang lebih baik dalam hal akhlak, kesopanan dan sifat wira'i (menjauhkan diri dari hal-hal terlarang dan syubhat) dari pada dirinya sendiri.

2.Masih perawan (Al-Bikr )

 Status keperawanan menjadi salah satu pertimbangandalam memilih calon istri berdasarkan sabda nabi ;

عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ، فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا، وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا، وَأَرْضَى بِالْيَسِيرِ

“Hendaklah kalian memilih para gadis, karena mereka lebih segar (manis) mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih rela dengan (pemberian) yang sedikit.”

Syekh Muhammad Fu'ad Abdul Bagi dalam "Ta'liq"-nya mengenai hadits ini menjelaskan, maksud dari kata "a'dzabu afwahan" (lebih manis mulutnya) menurut sebagian ulama' adalah lebih tawar atau manis ludahnya, sedangkan menurut sebagian ulama' kata tersebut hanyalah majaz (kiasan) dari manisnya tutur katanya dan jarang mengucapkan kata-kata yang keji dan kotor kepada suaminya, karena sebelumnya ia belum pernah menikah. Adapun maksud dari kata "ardho bil yasir" adalah lebih menerima nafkah atau joima' (senggama) yang hanya sedikit atau hal-hal lainnya.

Hanya saja menikahi seorang janda itu lebih baik dengan pertimbangan adanya kemaslahatan yang lebih diunggulkan seperti bagi laki-laki yang tidak sanggup menembus keperawanan wanita atau seorang lelaki yang sudah memiliki anak-anak, dimana ia membutuhkan wanita yang bisa mengurus anak-anaknya, sebagaimana dibenarkan oleh Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam. Dalam satu hadits diriwayatkan Rosululloh bertanya kepada Jabir ;

هَلْ تَزَوَّجْتَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا؟»، فَقُلْتُ: تَزَوَّجْتُ ثَيِّبًا، فَقَالَ: «هَلَّا تَزَوَّجْتَ بِكْرًا تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ»، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، تُوُفِّيَ وَالِدِي أَوِ اسْتُشْهِدَ وَلِي أَخَوَاتٌ صِغَارٌ فَكَرِهْتُ أَنْ أَتَزَوَّجَ مِثْلَهُنَّ، فَلاَ تُؤَدِّبُهُنَّ، وَلاَ تَقُومُ عَلَيْهِنَّ، فَتَزَوَّجْتُ ثَيِّبًا لِتَقُومَ عَلَيْهِنَّ وَتُؤَدِّبَهُنَّ

"Engkau menikah dengan perawan atau janda ?" aku (jabir) menjawab : "aku menikahi janda", lalu rosululloh bersabda : “Mengapa kamu tidak menikah dengan gadis, agar kamu bisa bermain-main (bersenang-senang dengannya dan ia bermain denganmu ?", maka aku menjawab : "Ayahku telah meninggal dunia - atau ayahku telah mati syahid- dan aku memiliki beberapa saudara perempuan yang masih kecil-kecil, aku tidak ingin menikahi wanita seperti mereka (belum dewasa) yang tidak dapat mendidik dan merawat mereka, karena itulah aku menikahi seorang janda agar bisa merawat dan mendidik mereka". ( Shohih Bukhori, no.2967 )

Dalam riwayat lain setelah jabir memberi penjelasan kepada Rosululloh tentang alasannya menikahi janda, Rosululloh bersabda ;

فَبَارَكَ اللهُ لَكَ أَوْ قَالَ لِي خَيْرًا

"Semoga Alloh memberkahimu –atau Nabi mendo'akan kebaikan bagiku-". ( Shohih Muslim, no.715 )

3.Bernasab baik ( Hasibah/Nasibah )

Nasab adalah salah satu pertimbangan penting dalam memilih seorang wanita sebagai istri, diharapkan dengan nasab yang baik akan melahirkan pula keturunan-keturunan yang baik, karena itulah para mencari calon istri yang bernasab baik, dari keturunan ulama' dan orang-orang yang sholih hukumnya sunat dan dimakruhkan menikahi wanita yang dilahirkan dari hubungan perzinaan, yang tidak jelas orang tuanya atau keturunan orang-orang yang biasa melanggar aturan agama (fasiq) karena selain akan dipandang rendah oleh orang, dikhawatirkan pula ia mewarisi sifat buruk dari orang tuanya. Dalam satu hadits diterangkan ;

تَخَيَّرُوا لِنُطَفِكُمْ، وَانْكِحُوا الْأَكْفَاءَ، وَأَنْكِحُوا إِلَيْهِمْ

"Pilihlah wanita sebagai wadah untuk menumpahkan nutfahmu, carilah mereka yang sekufu’ (sederajat) denganmu dan kawinilah mereka" ( Shohih ibnu Hibban, no.1968, al-Mustadrok Lil Hakim, no.2687 )

Menurut Imam Al;-Munawi, sebagaimana yang beliau jelaskan dalam Faidhul Qodir, hadits ini anjuran untuk berusaha memilih wanita yang berasal dari keturunan yang baik dan jauh dari sifat-sifat tercela.

Namun, menurut Madzhab hanafi dianjurkan untuk memilih istri yang nasabnya lebih rendah dari lelaki yang ingin menikahinya agar wanita tersebut patuh padanya kelak saat sudah berumah tangga dan tidak meremehkan suaminya yang nasabnya lebih rendah, karena biasanya wanita yang bernasab lebih tinggi dari suaminya akan berani (nglunjak) pada suaminya.

4.Banyak anaknya dan besar kasih sayangnya ( Al-Walud Al-Wadud )

Anjuran untuk menikahi wanita yang banyak anaknya didasarkan pada hadits nabi ;

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Nikahilah wanita yang penyayang dan subur (banyak anaknya), karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku nanti dihari kiamat. ( As-Sunan Al-Kubro Lil-Baihaqi, no.13476, Sunan Ahmad, no.12613, 13569 )

Adapun wanita yang masih perawan bisa diketahui apakah ia subur atau tidak dari kerabat-kerabatnya.

5.Cantik ( Jamilah )

Kecantikan seorang wanita menjadi salah satu hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan pasangan hidup. Sebab wanita yang cantik biasanya lebih menenangkan jiwa lelaki dan dapat menjaga pandangan suami. Hal ini berdasarkan pemahaman dari hadits nabi ;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ؟ قَالَ: الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Dari Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata, Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” ( Sunan An-Nasai no. 3231 dan Musnad Ahmad, no.9587, 9658 )

6.Cerdas dan berahlak baik ( Aqilah/Hasanul Khuluq )

Dengan memilih wanita yang cerdas dan berakhlak baik diharapkan hubungan pernikahan bisa langgeng dan keturunannya juga akan berakhlak baik dan berakhlak cerdas.

7.Bukan kerabat dekat (Ajnabiyah)

Salah satu tujuan dari pernikahan adalah untuk menyambungkan hubungan antara orang-orang dari berbagai suku dan daerah yang berbeda sebagaimana dikatakan oleh Syekh Az-Zanjani, karena itulah dianjurkan untuk untuk menikahi wanita yang bukan kerabat dekatnya agar apabila terjadi perceraian diantara suami istri, tidak akan menyababkan putusnya tali silaturrohim diantara keluarga laki-laki dan wanita.

8.Ringan mas kawin dan biaya hidupnya ( Khofifatul Mahri Wal-Mu'nah )

Para ulama' menganjurkan untuk memilih istri yang tidak terlalu besar ongkos lamaran, mahar dan hidupnya, sebagaimana sabda nabi ;

أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةً أَيْسَرُهُنَّ صَدَاقًا

"Wanita yang paling besar keberkahannya adalah wanita yang paling mudah maharnya". ( Al-Mustadrok Lil-Hakim, no.2732 )

Urwah berkata ;

أَوَّلُ شُؤْمِ الْمَرْأَةِ أَنْ يَكْثُرَ صَدَاقَهَا

"Awal dari ketidak beruntungan/kesialan seorang wanita adalah memperbanyak (permintaan) maharnya".

9.Belum mempunyai anak

Ketentuan yang menganjurkan untuk memilih wanita yang belum memiliki anak ini berlaku jika memang tak ada kemaslahatan lain yang menjadikan seorang lelaki menikahi seorang wanita yang sudah memiliki anak. Karena nabi sendiri menikahi Ummu Salamah yang sudah memiliki anak dari perkawinannya dengan Abu Salamah.

10.Tidak diperselisihkan kebolehan menikahinya

Anjuran yang terakhir bagi seorang laki-laki dalam memilih calon istri adalah tidak terjadi perselisihan fiqih tentang kehalalan menikahinya, seperti wanita yang masih diragukan, apakah ada hubungan mahrom karena tunggal susuan (rodho') diantara mereka.

Sebagai catatan akhir, kami kutipkan penjelasan Imam Ar-Romli dalam kitab beliau "Nihayatul Muhtaj" mengenai kriteria yang perlu didahulukan dari kesepuluh kriteria diatas. Beliau mengatakan :

"Apabila terjadi sifat-sifat tersebut bertentangan, maka yang didahulukan adalah agamanya (dzatuddin) secara mutlak, lalu secara berurutan akalnya, akhlaknya,  keperawanannya, banyak anak, cantik, setelah itu mana yang dianggap lebih maslahat baginya berdasarkan perkiraannya".

Wallohu a'lam bisshowab.

( Oleh : Kudung Khantil Harsandi Muhammad dan Siroj Munir )


Referensi :
1. Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Juz : 41  Hal : 227-231
2. Tuhfatul Muhtaj, Juz : 7  Hal : 188
3. Mughnil Muhtaj, Juz : 4  Hal : 206
4. Shohih Ibnu Hibban (Ta'liq : Muhammad Fu'ad Abdul Baqi ), Juz : 1  Hal : 598
5. Nihayatul Muhtaj, Juz : 6  Hal : 184
6. Hasyiyah Asy-Syibromilsi, Juz : 6  Hal : 184
7. Faidhul Qodir, Juz : 3  Hal : 237
8. Mughnil Muhtaj, Juz : 4  Hal : 204
9. Syarah Al-Mahalli, Juz : 3  Hal : 208
10. Mughnil Muhtaj, Juz : 4  hal : 206
11. Mughnil Muhtaj, Juz : 4  Hal : 207
12. Roudlotut Tholibin, Juz : 7  Hal : 19
13. Nihayatul Muhtaj, Juz : 6  Hal : 185


Ibarot :
Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Juz : 41  Hal : 227-231

ما يستحب في الزوجة من أوصاف
ذهب الفقهاء إلى أنه يستحب لمن أراد النكاح أن يتخير المرأة التي تجتمع فيها الأوصاف التالية، أو بعضها:

أ - أن تكون ذات دين
ذهب الفقهاء إلى أنه يستحب للرجل أن يتخير للنكاح المرأة ذات الدين، لحديث أبي هريرة رضي الله تعالى عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: " تنكح المرأة لأربع: لمالها، ولحسبها، ولجمالها، ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك "  أي استغنيت إن فعلت، أو افتقرت إن لم تفعل. وفسر الشافعية ذات الدين بالتي توجد فيها صفة العدالة والحرص على الطاعات والأعمال الصالحة والعفة عن المحرمات، لا العفة عن الزنا فقط. وقال الحنفية: يندب أن يختار الزوج من فوقه خلقا وأدبا وورعا

ب - أن تكون بكرا
ذهب الفقهاء إلى أنه يستحب اختيار البكر للنكاح لقول النبي صلى الله عليه وسلم: عليكم بالأبكار، فإنهن أعذب أفواها، وأنتق أرحاما، وأرضى باليسير " أي أطيب كلاما وأكثر أولادا، وأرضى باليسير. إلا أن الشافعية والحنابلة نصوا على أن الثيب أولى لمن له مصلحة أرجح في نكاح الثيب فيقدمها على البكر مراعاة للمصلحة، كالعاجز عن الافتضاض، ومن عنده عيال يحتاج إلى من تقوم عليهن ، كما استصوبه النبي صلى الله عليه وسلم من جابر رضي الله عنه، فقد روى جابر أن النبي صلى الله عليه وسلم قال له: " فهلا تزوجت بكرا تلاعبها وتلاعبك؟ فقال جابر: يا رسول الله، توفي والدي - أو استشهد - ولي أخوات صغار فكرهت أن أتزوج مثلهن فلا تؤدبهن ولا تقوم عليهن فتزوجت ثيبا ". وفي رواية: " فأحببت أن أتزوج امرأة تقوم عليهن وتمشطهن. فقال صلى الله عليه وسلم: أصبت " ، وفي رواية أخرى: " فقال جابر: إن أبي قتل يوم أحد وترك تسع بنات كن لي تسع أخوات، فكرهت أن أجمع إليهن جارية خرقاء مثلهن، ولكن امرأة تمشطهن وتقوم عليهن قال صلى الله عليه وسلم: أصبت

ج - أن تكون حسيبة:
ذهب الفقهاء إلى أنه يستحب أن يتخير الرجل لنكاحه المرأة الحسيبة النسيبة، أي طيبة الأصل، وذات الحسب هي التي يكون أصولها ذوي شرف وكرم وديانة، لنسبتها إلى العلماء والصلحاء، لقوله صلى الله عليه وسلم فيما تنكح له المرأة: " لحسبها " وليكون ولدها نجيبا، فإنه ربما أشبه أهلها ونزع إليهم. لكن الحنفية قالوا: يندب أن تكون المرأة دون زوجها حسبا لتنقاد له ولا تحتقره، وإلا ترفعت عليه، لما روي عن أنس رضي الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: " من تزوج امرأة لعزها لم يزده الله إلا ذلا، ومن تزوجها لمالها لم يزده الله إلا فقرا، ومن تزوجها لحسبها لم يزده الله إلا دناءة، ومن تزوج امرأة لم يتزوجها إلا ليغض بصره، أو ليحصن فرجه أو يصل رحمه بارك الله له فيها وبارك لها فيه ". وزاد الحنابلة: وسن أن تكون من بيت معروف بالدين والقناعة لأنه مظنة دينها وقناعتها
د - أن تكون ودودا ولودا
ذهب الفقهاء إلى أنه يستحب أن تكون المرأة التي تختار للنكاح ودودا ولودا لحديث أنس رضي الله تعالى عنه: " كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: تزوجوا الودود الولود فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة " ، ويعرف كون البكر ولودا بكونها من نساء يعرفن بذلك

هـ - أن تكون جميلة
ذهب الفقهاء إلى أنه يستحب أن تختار للنكاح المرأة الحسناء ذات الجمال، لحديث أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال " قيل: يا رسول الله أي النساء خير؟ قال: التي تسره إذا نظر، وتطيعه إذا أمر، ولا تخالفه فيما يكره في نفسها وماله " . ولما روى يحيى بن جعدة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: " خير فائدة أفادها المرء المسلم بعد إسلامه امرأة جميلة تسره إذا نظر إليها، وتطيعه إذا أمرها وتحفظه في غيبته وماله ونفسها " ، ولأن جمال الزوجة أسكن لنفس الزوج وأغض لبصره وأكمل لمودته، ولذلك جاز النظر إليها قبل النكاح

و - أن تكون عاقلة حسنة الخلق
ذهب الفقهاء إلى أنه يستحب أن تكون المرأة التي تختار للنكاح وافرة العقل، حسنة الخلق، لا حمقاء ولا سيئة الخلق، لأن النكاح يراد للعشرة الحسنة، ولا تصلح العشرة مع الحمقاء، ولا يطيب معها عيش، وربما تعدى ذلك إلى ولدها، وقد قيل: اجتنبوا الحمقاء فإن ولدها ضياع وصحبتها بلاء
ز - أن تكون أجنبية
ذهب الشافعية والحنابلة إلى أنه يستحب فيمن تختار للنكاح أن تكون أجنبية من الزوج ولا تكون ذات قرابة قريبة، وقالوا: يستحب للرجل أن لا يتزوج من عشيرته لأن ولد الأجنبية يكون أنجب، ولأنه لا يأمن الطلاق فيفضي مع القرابة إلى قطيعة الرحم المأمور بصلتها

ح - أن تكون خفيفة المهر والمؤنة
قال الحنفية والشافعية والحنابلة: يستحب أن يتحرى الرجل فيمن ينكحها أن تكون أيسر النساء خطبة ومؤنة، وأن تكون خفيفة المهر ، لما ورد عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: " إن من يمن المرأة تيسير خطبتها وتيسير صداقها وتيسير رحمها، وقال عروة: وأنا أقول من أول شؤمها أن يكثر صداقها
ط - أن لا تكون ذات ولد
نص الحنفية والشافعية والحنابلة على أنه يستحب أن يتحرى الرجل فيمن ينكحها أن لا تكون ذات ولد من غيره إلا لمصلحة، فإن كانت مصلحة فلا قيد، لأن رسول الله صلى الله عليه وسلم تزوج أم سلمة ومعها ولد أبي سلمة رضي الله تعالى عنهم

ي - أن لا تكون مطلقة ولا في حلها خلاف
نص الشافعية على أنه يستحب أن لا تكون المرأة التي يراد نكاحها مطلقة، لها إلى مطلقها رغبة، وأن لا يكون في حلها لمن يريد نكاحها خلاف فقهي كأن زنى أو تمتع بأمها، أو بها، فرعه أو أصله، أو شك بنحو رضاع

Tuhfatul Muhtaj, Juz : 7  Hal : 188

ويستحب دينة) بحيث توجد فيها صفة العدالة لا العفة عن الزنا فقط للخبر المتفق عليه «فاظفر بذات الدين تربت يداك» أي استغنيت إن فعلت أو افتقرت

Mughnil Muhtaj, Juz : 4  Hal : 206

ويستحب دينة) لخبر الصحيحين: «تنكح المرأة لأربع: لمالها، ولجمالها، ولحسبها - أي وهو زيادة النسب - ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك» أي استغنت إن فعلت أو افتقرت إن خالفت، والمراد بالدين الطاعات والأعمال الصالحات والعفة عن المحرمات

Shohih Ibnu Hibban (Ta'liq : Muhammad Fu'ad Abdul Baqi ), Juz : 1  Hal : 598

 حدثنا إبراهيم بن المنذر الحزامي قال: حدثنا محمد بن طلحة التيمي قال: حدثني عبد الرحمن بن سالم بن عتبة بن عويم بن ساعدة الأنصاري، عن أبيه، عن جده، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: عليكم بالأبكار، فإنهن أعذب أفواها، وأنتق أرحاما، وأرضى باليسير
__________
[تعليق محمد فؤاد عبد الباقي]
في الزوائد في إسناده محمد بن طلحة. قال فيه أبو حاتم لا يحتج به. وقال ابن حبان هو من الثقات ربما أخطأه. عبد الرحمن بن سالم بن عتبة قال البخاري لم يصح حديثه
[شرح محمد فؤاد عبد الباقي]
 [ش (أعذب أفواها) وتذكيره بتقدير من. ومثله قوله تعالى حكاية عن لوط هؤلاء بناتي هن أطهر لكم. قيل المراد عذوبة الريق وقيل هو مجاز عن حسن كلامها وقلة بذائها وفحشها مع زوجها لبقاء حيائها. فإنها ما خالطت زوجا قبله. (وأنتق أرحاما) أي أكثر أولادا. يقال للمرأة كثيرة الولد ناتق. لأنها ترمي بالأولاد نتقا. والنتق الرمي. (وأرضى باليسير) المال والجماع ونحوهما

Nihayatul Muhtaj, Juz : 6  Hal : 184

نسيبة) أي معروفة الأصل طيبة لنسبتها إلى العلماء والصلحاء وتكره بنت الزنا والفاسق، وألحق بها اللقيطة ومن لا يعرف أبوها لخبر «تخيروا لنطفكم ولا تضعوها في غير الأكفاء» صححه الحاكم

Hasyiyah Asy-Syibromilsi, Juz : 6  Hal : 184

قوله: وتكره بنت الزنا والفاسق) أي وذلك؛ لأنه يعير بها لدناءة أصلها وربما اكتسبت من طباع أبيها

Faidhul Qodir, Juz : 3  Hal : 237

تخيروا لنطفكم) أي لا تضعوا نطفكم إلا في أصل طاهر أي تكلفوا طلب ما هو خير المناكح وأزكاها وأبعدها عن الخبث والفجو

Mughnil Muhtaj, Juz : 4  Hal : 204

ويعرف البكر ولودا بأقاربها

Syarah Al-Mahalli, Juz : 3  Hal : 208

ليست قرابة قريبة) ، بأن تكون أجنبية أو قرابة بعيدة لضعف الشهوة في القريبة، فيجيء الولد نحيفا، والبعيدة أولى من الأجنبية

Mughnil Muhtaj, Juz : 4  hal : 206

وما ذكر من أن غير القريبة أولى هو ما صرح به في زيادة الروضة، لكن ذكر صاحب البحر والبيان أن الشافعي نص على أنه يستحب له أن لا يزوج من عشيرته، وعلله الزنجاني بأن من مقاصد النكاح اتصال القبائل لأجل التعاضد والمعاونة واجتماع الكلمة. اهـ

Mughnil Muhtaj, Juz : 4  Hal : 207

وأن تكون خفيفة المهر؛ لما روى الحاكم عن عائشة - رضي الله تعالى عنها -: " أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: «أعظم النساء بركة أيسرهن صداقا» . وقال عروة: أول شؤم المرأة أن يكثر صداقها

Roudlotut Tholibin, Juz : 7  Hal : 19

ويستحب أن لا يتزوج من معها ولد من غيره لغير مصلحة، قاله المتولي. وإنما قيدت لغير المصلحة، لأن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - تزوج أم سلمة - رضي الله عنها - ومعها ولد أبي سلمة - رضي الله عنهم

Nihayatul Muhtaj, Juz : 6  Hal : 185

ولو تعارضت تلك الصفات فالأوجه تقديم ذات الدين مطلقا ثم العقل وحسن الخلق ثم النسب ثم البكارة ثم الولادة ثم الجمال ثم ما المصلحة فيه أظهر بحسب اجتهاده