Kriteria Ketaatan Kepada Ulil Amri (Pemerintah) Dan Batasannya - Fatwa MUI



KEPUTUSAN KOMISI A IJTIMA’ ULAMA KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA SE- INDONESIA IV TAHUN 2012

Tentang
MASAIL ASASIYYAH WATHANIYYAH
(MASALAH STRATEGIS KEBANGSAAN)

KRITERIA KETAATAN KEPADA ULIL AMRI (PEMERINTAH) DAN BATASANNYA

Kaidah fiqhiyyah menegaskan: hukm al-hâkim ilzâm wa yarfau’ al-khilâf (keputusan pemerintah bersifat mengikat dan menghilangkan kontroversi).

Kekuasaan adalah amanah yang diberikan Allah SWT kepada pemerintah untuk memelihara agama dan mengatur urusan dunia (hirâsah al-dîn wa siyâsah al-dunyâ)

Kriteria ketaatan terhadap pemerintah adalah sebagai berikut:

a. kebijakan dan tindakan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan akidah dan  syariah.

b.  kebijakan dan tindakan yang dilakukannya adalah dalam rangka mewujudkan kemaslahatan umum dan sejalan dengan maqâshid al-syarî’ah.

c. Kebijakan pemerintah yang terkait dengan norma-norma agama telah dimusyawarahkan dengan lembaga-lembaga keagamaan yang berkompeten.

Kebijakan pemerintah yang selaras dengan ketentuan agama dan kemaslahatan umum wajib ditaati. Sebaliknya, kebijakan pemerintah yang melegalkan sesuatu yang dilarang agama atau melarang sesuatu yang dibenarkan agama, tidak boleh ditaati.

Keputusan pemerintah dalam masalah-masalah khilafiyah yang menyangkut kepentingan publik demi kemaslahatan umum, wajib ditaati. Dalam hal ini umat Islam wajib meninggalkan egoisme kelompok (anâniyyah thâifiyyah) demi persatuan dan kesatuan umat Islam.

DASAR PENETAPAN

Firman Allah SWT dalam ayat-ayat sbb:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Al-Nisa : 58)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلاً

“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.“ (QS. Al-Nisa : 59)

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal : 46)

Hadis-hadis Nabi SAW sbb:

وعن أنس بن مالك – رضي الله عنه – قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “اسمعوا وأطيعواو إن استعمل عليكم عبدٌ حبشي كأن رأسه زبيبة

"Dari Anas bin Malik ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: dengar dan patuhlah kalian (kepada pemimpin), sekalipun ia adalah budak jelek dari Habasyah. (HR. Bukhari)

عَنْ عَلِيٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ (رواه أحمد)

Dari Ali RA, nabi SAW bersabda: tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal kemaksiayatan kepada Allah SWT. (HR. Ahmad).

Pendapat para ulama

a. Imam Ibnu Nujaim al-Hanafî dalam al-Asybâh wa al-Nazhâir, halaman 124:

إِذَا كَانَ فِعْلُ اْلإِمَامِ مَبْنِيًّا عَلَى الْمَصْلَحَةِ فِيْمَا يَتَعَلَّقُ بِاْلأُمُوْرِ الْعَامَّةِ لَمْ يُنَفَّذْ أَمْرُهُ شَرْعًا إِلاَّ إِذَا وَافَقَهُ. فَإِنْ خَالَفَهُ لَمْ يُنَفَّذْ. وَلِهَذَا قَالَ اْلإِمَامُ أَبُوْ يُوْسُفَ فِيْ كِتَابِ الْخَرَاجِ مِنْ بَابِ اِحْيَاءِ الْمَوَاتِ: وَلَيْسَ لِلإِمَامِ أَنْ يُخْرِجَ شَيْئًا مِنْ يَدِ أَحَدٍ إِلاَّ بِحَقٍِّ ثَابِتٍ مَعْرُوْفٍ.

Apabila perbuatan imam pada perkara-perkara umum dibangun di atas maslahat, maka secara syar’i keputusannya tidak dilaksanakan kecuali jika sesuai dengan maslahat, sehingga apabila menyelisihi, tidak akan dilaksanakan. Oleh karena itu, Imam Abu Yusuf dalam Kitab al-Kharaj, Bab Tentang Menghidupkan Tanah Mati berkata: seorang penguasa tidak boleh mengeluarkan sesuatu dari tangan seseorang, kecuali dengan hak yang benar dan pasti.

b. Imam al-Qarâfi dalam kitab al-Furûq juz II, halaman 192:

اعلم أن حكم الحاكم في مسائل الاجتهاد يرفع الخلاف ويرجع المخالف عن مذهبه لمذهب الحاكم وتتغير فتياه بعد الحكم

Ketahuilah, sesungguhnya putusan hakim dalam permasalahan ijtihadiyah mengangkat perbedaan pendapat, dan dikembalikan pendapat yang bertentangan kepada mazhab yang digunakan oleh hakim dan berubah fatwanya sesudah ketetapan hukum.


TIM PERUMUS KOMISI A:

Drs. KH. Abdusshomad Bukhori (Ketua)
Drs. H. Sholahuddin Al Aiyub, M.Si (Sekretaris)
Dr. KH. Abdul Malik Madani (Anggota)
KH. Amidhan (Anggota)
KH. Slamet Effendy Yusuf, M.Si (Anggota)
Drs. H. Zainut Tauhid Saadi, M.Si (Anggota)
Dr. H. Imam ad-Daruquthni (Anggota)
Mohammad Yunus, S.Ip (Anggota)
Arif Fakhruddin, MA (Anggota)
Abdul Kholiq, Lc., M.Hi (Anggota)
Prof. Saiful Muslim (Anggota)
Drs. H. Zaharudidin (Anggota)
H. Abdul Majid Pudda (Anggota)
Dra. Hj. Bariroh Uswatun Chasanah, M.M (Anggota)
Drs. Muttaqin (Anggota)